Mari Gunakan Zakat Untuk Pendidikan !

Menarik ketika membaca salah satu Opini Muthmainnah Maret pada Kompasiana.com dengan Judul
Zakat Untuk Pembiayaan Pelayanan Pendidikan: Agar Pendidikan Tidak Mahal. Dalam tulisannya beliau menggambarkan bagaimana hasilnya ketika pemerintah telah mengalokasikan Zakat Profesi Pegawai Negeri Sipil sebesar 2,5% dari pendapatannya. dan hasilnya menakjubkan. dalam perhitungan tersebut pemerintah dapat menghemat Biaya atau mungkin menambah biaya pendidikan sebesar Rp 74.453.208.000,00. setiap tahunnya. Untuk lebih jelasnya silakan Baca artikel lengkapnya di bawah ini. 
Urgensi Pendidikan
Keberadaan kepemerintahan suatu negara seharusnya mampu memberikan pelayanan-pelayanan dasar yang dapat diakses secara adil oleh seluruh lapisan warga negara. Pelayanan-pelayanan dasar ini adalah keamanan, kesehatan, dan pendidikan. Namun pada faktanya ketiga pelayanan dasar ini hanya bisa dinikmati dengan mudah oleh segelintir orang saja. Sementara untuk kalangan menengah ke bawah, ketiga pelayanan yang sesungguhnya bersifat “dasar” ini justru menjadi barang “mahal”. Seperti pelayanan pendidikan misalnya. Tidak semua orang mampu mengaksesnya dengan mudah. Padahal pendidikan mengambil peranan penting dalam kemajuan Negara khatulistiwa ini, dimana ia merupakan mesin yang akan mencetak generasi muda penerus bangsa yang memiliki daya saing baik dari segi intelektualitas, emosional dan spiritual sehingga mampu berkompetisi pada tingkat global.
Pendidikan juga merupakan senjata bagi fenomena bonus demografi, yaitu fenomena dimana jumlah penduduk usia produktif (15–60 tahun) lebih besar dibandingkan dengan usia nonproduktif (di bawah 15 tahun dan di atas 60 tahun) yang perkirakan terjadi di Indonesia pada tahun 2020 – 2030. Menurut Surya Chandra, anggota DPR Komisi IX, dalam seminarnya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pada tahun 2020 – 2030, Indonesia akan memilki 180 juta (70 %) usia produktif dan hanya 60 juta jiwa penduduk usia tidak produktif. Bisa dibayangkan seandainya anak-anak usia sekolah yang akan menjadi generasi produktif dimasa mendatang justru tidak mandapatkan layanan pendidikan, bonus demografi malah akan menjadi bencana karena generasi tersebut tidak mampu bersaing di pasar tenaga kerja. Ujung-ujungnya angka pengangguran meningkat.
Berdasarkan data dari National Geographic Indonesia (11/07/2011), jumlah anak putus sekolah mencapai 11,7 juta anak pada tahun 2009, rata-rata berusia 7 – 15 tahun. Jumlah ini terus meningkat dari 3 tahun sebelumnya yang masih berjumlah 9,7 juta jiwa pada tahun 2006. Jumlah ini akan terus bertambah 600.000 hingga 700.000 siswa per tahun berdasarkan data tahun 2009 dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kenapa hal ini bisa terjadi? Pertama pelayanan pendidikan mahal. Hal ini tidak akan menjadi masalah, hanya jika penduduk Indonesia tidak miskin. Namun ternyata terdapat 30,02 juta orang miskin di Indonesia menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2011. Kondisi kemiskinan yang menyebabkan keterbatasan sebagian masyarakat dalam mengakses pelayanan pendidikan.
Penyelenggaraan dan Pembiayaan Pelayanan Pendidikan
Hal tersebut seharusnya dapat teratasi dengan keberadaan pelayanan pendidikan yang berkualitas dan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat bahkan yang paling miskin sekalipun. Penyelenggeraan fasilitas pendidikan memang bukan suatu proyek yang memberikan profit berupa materi dalam jumlah yang pasti, tetapi berefek jangka panjang terhadap kemajuan suatu bangsa. Penyediaan pelayanan pendidikan justru menghabiskan anggaran yang besar, baik dari segi biaya pengadaan fisik bangunan, biaya operasional, perawatan, perbaikan, gaji pegawai dan segala tetek bengek biaya lainnya. Sementara pemasukan dari pelayanan pendidikan bisa dikatakan tidak ada sama sekali. Penyediaan pendidikan justru menghabiskan dana APBN/APBD tetapi tidak memberikan pemasukan. Hal ini mengakibatkan pembebanan biaya beralih pada konsumen layanan pendidikan, agar modal pembangunan fasilitas pendidikan bisa kembali modal, atau paling tidak, fasilitas pendidikan tersebut dapat mandiri dari segi biaya operasional setiap harinya.
Penyediaan pelayanan pendidikan sangat mungkin diselenggarakan oleh pihak swasta, Bahkan saat ini bisa kita lihat sekolah swasta mulai menjamur. Namun kembali lagi pada kualitas, harus kita akui bahwa sekolah swasta yang memiliki mutu pendidikan yang bagus dan unggul, sangat-sangat mahal. Biaya SPP jauh melampaui sekolah-sekolah negeri. Lagi-lagi masyarakat miskin tidak mampu mengakses pendidikan yang berkualitas. Apakah ada sekolah swasta yang murah? Jawabannya ada, Bahkan ada yang cuma-cuma memberikan pendidikan gratis. Tapi tidak ada jaminan soal kualitas.
Pembiayaan Pelayanan Pendidikan
Penyelesaian dari pendekatan pembiayaan pembangunan layanan pendidikan dapat menjadi salah satu cara dalam menyelesaikan kondisi tersebut. Selama ini pembiayaan pembangunan fasilitas pendidikan bersumber dari dana konvensional (APBN/APBD) dan dana non-konvensional, yaitu dana yang berasal bukan dari pemerintah. Dana ini bisa jadi bersumber dari hutang, dana hibah, zakat atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pihak swasta.
Zakat adalah salah satu sumber dana non-konvensional paling potensial untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan dibandingkan dengan hutang/penyediaan pendidikan oleh swasta. Zakat adalah kewajiban ummat muslim untuk menyisihkan sebagian dari hartanya (2,5 %) untuk diberikan kepada yang membutuhkan. Kenapa zakat? Pertama potensi jumlah penduduk muslim Indonesia mencapai 204,8 juta jiwa dari total 237,6 juta jiwa berdasarkan sensus terakhir tahun 2010. Kedua, pengadaan modal untuk penyelenggraan pendidikan dari zakat, sama sekali tidak menuntut pengembalian modal berbeda dengan hutang atau pinjaman dari swasta, yang bukan hanya menuntut pengembalian modal justru ditambah dengan bunga.
Jenis zakat yang bisa dijadikan sebagai sumber pembiayaan penyelenggaraan pendidikan adalah zakat profesi (dokter, pedagang, PNS, dll yang halal). Berdasarkan kondisi harga kebutuhan pokok saat ini maka nishab (batasan antara apakan kekayaan yang dimiliki seseorang wajib dikeluarkan untuk zakat atau tidak) adalah mereka yang memiliki pendapatan Rp. 3juta. Jadi zakat yang harus dibayarkan adalah Rp. 75.000,00/bulan atau 900.000,00/tahun. Berdasarkan data dari Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) tahun 2010, potensi zakat profesi mencapai Rp 19,3 trilyun. Jumlah ini bisa terus bertambah setiap tahunnya.
Jumlah dana ini, lebih dari cukup untuk menjadi sumber pembiayaan bagi pelayanan pendidikan. Sebagai contoh, Kota Surabaya, potensi zakat profesi tahun 2011 mencapai Rp 6.204.450.000,00 per bulan. Jika dana zakat ini digunakan untuk membantu pembiayaan pendidikan untuk siswa SD di Surabaya dengan nilai bantuan sama dengan nilai subsidi yang telah ditetapkan oleh Pemkot Surabaya yaitu sebesar Rp 29.000/anak maka dengan zakat ini dapat menggratiskan SPP untuk 213.946 siswa SD atau dapat meringankan anggaran pemerintah sebesar Rp 74.453.208.000,00.
Hal ini cukup membuktikan bahwa zakat patut dilirik untuk dijadikan sumber pembiayaan bagi pendidikan terutama bagi kaum fakir miskin. Sehingga kesenjangan dalam mengakses pelayanan pendidikan yang berkualitas dapat dihilangkan. Selain itu peran zakat dalam pembiayaan pelayanan pendidikan mencerminkan kepedulian sosial dimana kaum yang mampu membantu kaum yang lemah dari segi ekonomi. Bayangkan jika gaji presiden yang sebedar Rp.60 juta dipotong 2,5 % atau sebesar Rp. 1,5 juta/bulan (Rp.18 juta/tahun), ditambah dengan Bakrie, Surya Paloh, dan kawan-kawan. Kesenjangan dalam mengakses pelayanan pendidikan bukan lagi menjadi sebuah masalah yang mengancam masa depan bangsa. Merdeka !
Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Peduli Pendidikan Lebak Selatan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger